Sabtu, 27 Desember 2014

USTAZAH NUR sex

Hari masih pagi. Masih belum
banyak murid yang hadir di sekolah.
Ustazah Nur Saffiyah sengaja
berangkat lebih pagi untuk mampir
ke klinik kesehatan yang ada di
sebelah sekolah. Ia ingin
memeriksakan diri, sudah hampir 3
hari ini ia merasa nyeri dan sakit di
bagian bawah perut. Terutama di
dekat kemaluannya, padahal saat itu
ia tidak sedang datang bulan. Tidak
biasanya ia begini, karena itulah ia
jadi takut. Jangan-jangan ini tanda-
tanda kanker rahim, rekan sesama
guru pernah mengalaminya. Lebih
baik berjaga-jaga daripada terlambat
sama sekali.
Usia Ustazah Nur sendiri masih
muda, berkisar 26 tahun. Baru tahun
kemarin menikah dan dikaruniai 1
orang anak. Sekarang bayinya yang
baru berusia 2 bulan diasuh oleh
ibunya karena tidak mungkin
Ustazah Nur membawanya ke
sekolah. Selain karena sifatnya yang
rendah diri dan baik hati, ibu guru
yang satu ini juga dikenal karena
kecantikan dan kemolekan
tubuhnya. Mungkin itu turunan dari
ibunya yang berdarah Cina.
Setelah melahirkan, pesona dan
kharismanya bukannya berkurang,
malah semakin menjadi-jadi.
Wajahnya jadi tampak dua kali lebih
jelita, kulitnya jadi lebih putih,
sementara body-nya -jangan
ditanya lagi- begitu montok dan
mengundang birahi. Payudaranya
jadi semakin besar karena berisi air
susu, dulu saja sudah kelihatan
membusung, apalagi sekarang. Baju
selebar dan selonggar apapun tidak
bisa menutupi kemolekannya. Setiap
mata lelaki yang memandangnya
pasti berdecak kagum, dan ujung-
ujungnya timbul keinginan untuk
menjamahnya, atau minimal
memandanginya sepuas hati. Karena
itulah, sekarang Ustazah Nur selalu
memakai jilbab lebar kalau ke
sekolah. Ia ingin mengalihkan
perhatian para lelaki, meski dalam
hati tahu kalau itu sia-sia belaka.
Dan tak cuma payudara, pinggul dan
paha Ustazah Nur juga membengkak
makin sempurna. Kalau dulu masih
agak kecil dan kerempeng, sekarang
sudah membulat begitu indah. Kalau
dia berjalan, goyangan pantatnya
sanggup membuat semua mata
lelaki berpaling, padahal sehari-hari
Ustazah Nur senantiasa
mengenakan jubah panjang dan
stoking kaki. Tak lupa juga sarung
tangan dan kain dalaman, namun
tetap saja para lelaki memandang
lapar kepada dirinya. Sebagai
seorang ustazah yang sehari-hari
mengajar pendidikan agama,
Ustazah Nur bukannya tidak tahu hal
itu. Namun segala cara sudah ia
lakukan, dan sampai sekarang
hasilnya masih minim. Ia masih
terlihat seperti ikan asin diantara
para kucing, keberadaannya terlalu
sukar untuk diabaikan.
Ia pernah mengutarakan hal ini pada
sang suami, bukannya jawaban
memuaskan yang ia terima, malah
kecupan mesra di bibir yang ia
dapat. Dan ujung-ujungnya, mereka
sama-sama tak tahan dan akhirnya
bercinta di ruang tengah, di sebelah
bayi mereka yang tidur pulas dalam
buaian. Ibu mertua yang memergoki
aksi mereka, pura-pura tidak tahu,
dan melanjutkan kegiatannya di
dapur. Menghadapi kecantikan dan
kemolekan Ustzah Nur, memang
selalu membikin suaminya lepas
kendali.
Dan begitu lepas kendalinya hingga
membuat laki-laki itu jadi tidak
tahan lama. Tahu kan artinya? Ya,
suaminya selalu keluar duluan
sebelum Ustazah Nur melenguh
puas. Sebenarnya ini tidak terlalu
dirisaukan oleh sang ibu guru muda,
karena sebagai istri yang baik, ia
harus menurut dan tidak boleh
mengecewakan sang suami. Apapun
keadaannya harus ia terima, meski
itu artinya ia tidak pernah sekalipun
mengalami orgasme selama 1 tahun
pernikahannya.
Ustazah Nur bukannya tidak
menginginkannya, kadang ia
mengharapkannya juga, bahkan
cerita-cerita dari rekan sesama guru
yang kehidupan ranjangnya begitu
panas dan menggelora, sering
membuatnya berpikir; senikmat
apakah orgasme itu? Tapi sekali
lagi, ia terlalu sungkan untuk
mengutarakan pada sang suami.
Didikan agama yang begitu ketat
membuatnya memandang tabu
pembicaraan seperti itu. Lagian,
sebagai seorang istri yang solehah,
cukup baginya melihat sang suami
melenguh puas, tak peduli dengan
dirinya sendiri yang tidak pernah
merasa nikmat.
Ya, Ustazah Nur berani berkata
seperti itu karena memang itu yang
ia alami. Sudah ejakulasi dini,
barang suaminya juga kecil lagi
pendek. Memang terasa saat
dimasukkan, tapi masih seperti ada
yang kurang. Benda itu tidak bisa
menjangkau seluruh lorong
kewanitaannya. Hanya terasa di
gerbang depan saja, itupun cuma
membentur-bentur ringan, tidak bisa
menyesaki seperti cerita Ustazah
Rina yang suaminya seorang Perwira
Polisi. Bikin Ustazah Nur jadi gatal
setengah mati. Dan saat gatalnya
perlahan memuncak, sang suami
malah sudah KO duluan. Ustazah
Nur memang tidak pernah protes, ia
bisa menerima semua itu dengan
ikhlas, namun dalam hati kecilnya
tetap terbersit keinginan untuk
dipuaskan seperti wanita pada
umumnya.
Yang lebih tragis lagi, bahkan untuk
menembus keperawanan Ustazah
Nur saat malam pertama dulu,
suaminya tidak menggunakan
penisnya. Ia tidak mampu! Laki-laki
itu menggunakan dua jari tangannya
untuk merobek selaput dara Ustazah
Nur. Kecewa pastinya, tapi apa mau
dikata. Ia sudah memilih laki-laki itu
sebagai suaminya, apapun
keadaannya harus diterima. Memang
di atas ranjang, suaminya tidak
mampu. Tapi sehari-hari, lelaki itu
itu adalah sosok yang alim lagi
bertanggung jawab. Dan itulah yang
dicari oleh Ustazah Nur, ia harus
bisa menekan hasrat birahinya demi
kebahagiaan keluarga. Itu yang lebih
penting.
Ustazah Nur masuk ke dalam klinik
yang sudah menjadi langganannya
itu. Setiap kali sakit atau ada
keluhan kesehatan, ia selalu pergi
kesana karena selain dekat dan
murah, juga karena ada beberapa
doktor muslimah yang bertugas di
sana. Ustazah Nur kurang sreg
kalau diperiksa oleh dokter lelaki,
batasan bukan muhrim membuatnya
jadi tidak leluasa berbincang dan
berkonsultasi. Beda kalau ditangani
dokter wanita, untuk suntik atau
apapun, Ustazah Nur bisa bebas
melakukannya. Kalau dengan dokter
lelaki, jangankan memamerkan
pinggulnya yang seksi, untuk tensi
darah saja ia malu setengah mati.
Setelah mengetuk pintu dan
mengucapkan salam, Ustazah Nur
masuk ke ruang periksa. Untunglah
saat itu dokter Aini yang sedang
bertugas, Ustazah Nur lega saat
melihatnya.
”Keluhannya apa, bu Ustazah?” tanya
dokter Aini ramah. Lesung pipitnya
tampak indah di bawah kacamata
bulatnya.
”Ini, dok,” Ustazah Nur pun
menceritakan keluhannya.
Dokter Aini mendengarkan dengan
seksama, setelah itu ia meminta
ustazah Nur untuk naik ke atas
tempat tidur. ”Maaf, bisa diangkat
bajunya, mau saya USG dan periksa
secara visual.” kata dokter cantik
yang usianya baru lewat 40 tahun
itu.
Ustazah Nur segera menyingkap
baju kurungnya ke atas, dan
dililitkannya ke dada. Juga
dalemannya. Dengan hanya
berstocking dan bercelana dalam, ia
berbaring di atas ranjang. Dokter
Aini memandangnya, sekilas tampak
mengagumi kemolekan dan
kesintalan tubuh Ustazah Nur. ”Bisa
dilepas juga celananya?” tanya
dokter itu.
Ustazah Nur pun melepas celana
dalamnya, tanpa malu-malu ia kini
berbaring setengah telanjang di
depan dokter Aini.
”Buka sedikit kakinya,” dokter Aini
meminta. Dengan alat semacam
pengait, ia membuka lipatan vagina
Ustazah Nur. ”Bilang kalau misalnya
ada yang sakit ya,” kata Dokter Aini
sambil mulai menekan-nekan lorong
vagina Ustazah Nur dengan alatnya.
Ustazah Nur merasakan sensasi
dingin logam menjalari dinding-
dinding vaginanya. Dokter Aini
menekan di beberapa tempat,
sampai menemukan suatu benjolan
aneh di sisi klitoris Ustazah Nur.
”Apakah sakit?” tanya sang Dokter
sambil sedikit menusuk.
”Auw! Ahh,” Ustazah Nur berjengit
dan sedikit kaget, itu sudah cukup
sebagai jawaban.
Dokter Aini melanjutkan
pemeriksaannya dengan melakukan
USG. Setelah selesai, ia
mempelajari hasilnya lalu berkata.
”Nampaknya ini sedikit serius.”
”Ada apa, dok?” tanya Ustazah Nur
pelan, takut mendengar jawabannya.
”Ustazah sudah menikah?” tanya
dokter Aini.
”Iya, sudah.” jawab Ustazah Nur.
”Anak?”
”Baru satu. Memangnya kenapa,
Dok?” tanya Ustazah Nur lagi.
”Begini, dari hasil pemeriksaan,
sebaiknya Ustazah menjalani
pemeriksaan lebih lanjut dengan
seorang doktor ahli kandungan.
Sepertinya ada masalah serius di
bagian kewanitaan Ustazah.” terang
dokter Aini.
”Ah, begitu ya, dok?” gumam
Ustazah Nur lirih.
”Tapi jangan khawatir, ini cuma
dugaan awal saja. Siapa tahu itu
cuma bisul yang salah tempat.”
dokter Aini berusaha menenangkan.
”I-iya, Dok.” resah Ustazah Nur, apa
yang ditakutkannya ternyata terjadi
juga.
”Saya tidak bisa menerangkan lebih
banyak lagi, karena itu bukan bagian
saya. Ustazah bisa bertanya nanti
pada dokter Ismi, biar dia yang
memeriksa lebih lanjut.”
Ustazah Nur mengangguk lagi.
”Ustazah silakan tunggu di depan,
nanti kami panggil.” kata dokter
Aini.
”Periksanya harus sekarang, dok?”
tanya Ustazah Nur, hari sudah siang,
ia harus mengajar ke sekolah.
”Iya, soalnya saya takut kalau
terlambat nanti jadi bahaya.” terang
dokter Aini.
”B-baik, terima kasih, dok.
Assalamu’alaikum...” Ustazah Nur
pun pamit dan melangkah keluar dari
ruang periksa dengan perasaan
bimbang. Ia segera mengirim SMS
kepada Ustazah Rina, mengabarkan
kalau hari ini ia tidak bisa masuk
karena sakit.
Kurang dari 15 menit, Ustazah Nur
dipanggil kembali. Ia disuruh masuk
ke ruang periksa oleh seorang
perawat muda yang juga berjilbab
lebar seperti dirinya. Kali ini
ruangannya agak sedikit berada di
pojok, dekat dengan ruang bersalin.
Ustazah Nur membuka pintunya dan
alangkah terkejutnya dia saat
melihat siapa yang berada di dalam.
Bukan dokter Ismi yang ia temui,
melainkan seorang dokter tua yang
usianya hampir setengah abad, dua
kali lipat dari usianya. Badan lelaki
itu kurus, tapi cukup tegap. Kulitnya
agak gelap, dengan dandanan rapi
dan sopan. Ada sedikit petak-petak
putih di rambutnya yang tersisir
rapi.
Dokter itu tersenyum dan menyuruh
Ustazah Nur untuk masuk, ”Silakan
duduk, Ustazah.” Dia terlihat cukup
sopan. Dr. Pramudya, begitu tulisan
yang tertera di nametag-nya.
Ustazah Nur balas tersenyum dan
segera menempatkan diri di depan
dokter tua itu. Perasaannya sungguh
tak karuan. Dimana dokter Ismi?
Apakah dia harus diperiksa oleh
dokter laki-laki ini? Ustazah Nur
tentu sangat keberatan. Tapi
sebelum dia sempat memprotes,
dokter Pram sudah keburu berkata,
”Maaf, Ustazah, dari hasil laporan
pendahuluan yang saya terima dari
dokter Aini, saya menduga ini adalah
sejenis virus atau bibit kanker.
Untuk memastikannya, saya harus
melakukan pemeriksaan lanjutan
pada diri Ustazah.” kata dokter
Pram.
Ustazah Nur terhenyak, apa yang
selama ini berusaha ia hindari,
ternyata terjadi juga. Ia akan
’dijamah’ oleh dokter lelaki. Untuk
menenangkan gejolak di hatinya,
Ustazah Nur menarik nafas panjang
dan kemudian bertanya, ”Kalau boleh
tahu, kemana dokter Ismi? Menurut
dokter Aini, dokter Ismi lah yang
harusnya menangani saya.”
Dokter Pram tersenyum, ”Dokter
Ismi mendapat telepon mendadak
dari keluarganya, salah satu
anaknya terlibat kecelakaan di luar
kota. Saya terpaksa datang untuk
menggantikannya.”
”Ehm, begitu ya. A-apakah tidak ada
dokter yang lain, yang wanita
maksud saya.” kata Ustazah Nur
terbata-bata.
Dokter Pram tertawa, ”Jangan takut,
Ustazah. Saya tidak akan berbuat
macam-macam pada Ustazah. Saya
sudah berkerja puluhan tahun, sudah
tidak terhitung jumlah pasien yang
saya tangani. Semuanya tidak ada
masalah, saya akan perlakukan
Ustazah seperti saya
memperlakukan mereka. Saya
terikat sumpah kalau sampai berbuat
buruk pada Ustazah.”
Ustazah Nur menunduk, ia jadi tidak
punya argumen lagi untuk menolak.
”Bagaimana, Ustazah, bisa kita
mulai sekarang?” tanya dokter Pram
melihat Ustazah Nur yang terdiam
membisu.
”I-iya, Dok. Tapi sebelumnya, kalau
boleh tahu, pemeriksaan macam apa
yang akan dokter lakukan?” tanya
Ustazah Nur malu-malu.
”Pap smear dan VE. Dengan begitu
saya bisa memastikan jenis
benjolan yang ada di kewanitaan
Ustazah.” jelas dokter Pram.
”Sekarang, silakan Ustazah
berbaring di situ,” laki-laki itu
menunjuk kasur yang ada di pojok
ruangan. Perawat berjilbab yang
sejak tadi menyiapkan segala
sesuatu, sekarang berbalik pergi
meninggalkan ruangan, menyisakan
dokter Pram dan Ustazah Nur hanya
berdua di tempat yang sepi itu.
Jantung Ustazah Nur berdegup
kencang, dia teringat berbagai cerita
mengenai pap smear dari rekan-
rekannya. Kebanyakan kisah mereka
sungguh menakutkan karena harus
memamerkan mahkota yang paling
berharga kepada lelaki yang bukan
muhrim, padahal sepatutnya hanya
kepada suami sajalah mereka boleh
memperlihatkan pemandangan indah
itu. Dalam hati, Ustazah Nur ingin
menolak, namun dia bingung juga
akan keadaan dirinya, apalagi
mengingat kata-kata dokter Pram
barusan. Ia terancam terkena kanker
rahim! Oh, sungguh sangat
menakutkan.
Dan ketakutan ternyata bisa
meruntuhkan akal sehatnya, terbukti
saat dokter Pram berkata, ”Silakan
Ustazah letakkan kedua kaki di atas
sini,” Ustazah Nur sama sekali tidak
bisa menolak. Bayangan akan
ancaman kanker rahim membuatnya
menurut dengan cepat.
Dokter Pram menunjuk dua
penyangga yang ada di ujung
ranjang, saat Ustazah Nur
meletakkan kedua kakinya disana,
posisinya sekarang jadi seperti
mengangkang. Kedua pahanya
terbuka lebar, sementara
kemaluannya terekspos bebas, siap
menerima tatapan dokter Pram yang
akan menghujam sebentar lagi.
Laki-laki itu berdiri di ujung ranjang,
tepat di tengah-tengah celah kaki
Ustazah Nur. Tampak sebagian paha
Ustazah Nur sedikit terbuka, juga
selangkangan perempuan cantik itu
yang tampak menggembung indah.
Dokter Pram menatap nanar kesana,
seperti tengah menyantap dan
menikmati betapa mulus dan
mempesonanya aurat Ustazah Nur.
Ustazah Nur sendiri bukannya tak
sadar diperhatikan seperti itu,
namun apa daya, ia tidak bisa
melakukan apapun untuk mencegah
semua itu. Sama sekali tidak ada!
Yang bisa ia lakukan sekarang cuma
duduk terdiam pasrah sambil
berharap pemeriksaan itu
berlangsung cepat sehingga rasa
malu yang menggumpal di hatinya
tidak bertambah menjadi lebih besar
lagi.
”Maaf, Ustazah.” Dokter Pram
menarik jubah terusan panjang
warna hijau muda bercorak bunga
yang dikenakan Ustazah Nur ke atas,
kain daleman warna putih yang
dipakainya turut disingkap ke atas
sampai ke batas pinggang, membuat
sebagian paha dan celana dalam si
ustazah terlihat jelas. Ustazah alim
ini memakai stoking putih panjang
hingga ke ujung lututnya, meski
begitu, separuh tubuhnya sudah
telanjang sekarang. Memang dia
masih memakai baju dan jilbab lebar
untuk menutupi tonjolan buah
dadanya yang membusung indah,
tapi bagian bawah tubuhnya -yang
merupakan bagian paling intim-
justru terbuka lebar.
Dokter Pram menelan ludah, dia
memang beruntung. Meski sudah
banyak melihat berbagai bentuk dan
rupa kemaluan wanita, namun milik
Ustazah Nur ini tampak sangat
spesial. Masih tertutup celana dalam
saja sudah terlihat begini indah,
apalagi kalau dibuka.
Membayangkannya membuat penis
sang dokter yang sudah lama tidak
terbangun, jadi menggeliat lagi.
Ditambah kulit paha Ustazah Nur
yang begitu putih dan mulus, jadilah
dokter Pram menyeringai mesum
karenanya.
”Maaf ya, Ustazah, ininya saya
buka,” kata dokter tua itu sambil
menyingkap sedikit celana dalam
Ustazah Nur hingga celah
kemaluannya terlihat jelas. Tampak
begitu indah dan sempurna. Meski
baru saja dipakai untuk melahirkan,
benda itu tetap terlihat imut dan
lucu, begitu sempit dan mungil,
tampak tidak melar sama sekali.
Pasti rasanya masih sangat
menggigit. Dengan warna merah
kecoklatan, dan rambut yang
tercukur rapi tumbuh di bagian
atasnya, jadilah kemaluan itu begitu
mantab dan mempesona.
Ustazah Nur bukannya ikhlas
diperhatikan seperti itu, tapi mau
bagaimana lagi, mau mundur
sekarang juga percuma, dokter Pram
sudah terlanjur menatap
kemaluannya. Ia sebenarnya malu
bukan main, air mata mulai menetes
di sudut kelopaknya, tapi apa yang
bisa ia lakukan? Ini prosuder normal,
hanya dengan begini dokter Pram
bisa mendiagnosis penyakitnya,
meski itu artinya ia harus merelakan
dokter tua itu mengutak-atik
kemaluannya. Ustazah Nur
menghela nafas, demi kesembuhan,
tampaknya ia harus rela melakukan
itu.
”Maaf, Ustazah,” sekali lagi dokter
Pram meminta maaf. Tanpa
memperhatikan ekspresi Ustazah
Nur yang malu dan takut, ia
mengambil krim dari salah satu tube
yang tertata rapi di meja dan
mengoleskan ke telapak tangannya.
Ustazah Nur memperhatikan dengan
seksama saat dokter Pram
meratakan krim itu ke permukaan
kemaluannya.
”Agar Ustazah nyaman dan tidak
sakit.” kata dokter tua itu sambil
tangannya terus bergerak. Ustazah
Nur bergidik, baru kali ini ada lelaki
lain yang memegang kemaluannya,
dan bukan cuma memegang, tapi
sudah memijit dan menggesek-
gesek meski sama sekali tidak
terlihat punya niat buruk. Jari-jari
dokter Pram bergerak dengan
ringan, membelai bibir kemaluan
Ustazah Nur, berusaha meratakan
krim di tangannya sesempurna
mungkin.
Vagina Ustazah Nur jadi terlihat licin
dan mengkilap sekarang. Tadi saja
sudah terlihat begitu indah, apalagi
sekarang. Dokter Pram yang sering
melihat kemaluan wanita saja,
sempat berhenti sebentar karena
saking terpesonanya. Sekilas ia
menatap kemaluan Ustazah Nur
tanpa berkedip, memperhatikan saat
benda itu berkedut-kedut ringan
seiiring nafas Ustazah Nur yang
semakin cepat karena saking
malunya. Ingin ia melihat lebih lama
lagi, namun janji sumpah setianya
sebagai dokter melarang hal itu.
Maka sambil sedikit bergidik, dokter
Pram menarik pandangannya.
”Hah,” Ustazah Nur menghela nafas
lega, namun itu cuma sementara,
karena selanjutnya sang dokter
sudah bersiap untuk langkah
berikutnya.
”Ustazah tidak apa-apa? Saya akan
memulai pemeriksaan,” kata dokter
Pram sambil mulai menutul dan
menguak-nguak lubang kelamin
Ustazah Nur dengan ujung jarinya.
Ustazah Nur yang tidak diberi
kesempatan untuk bernafas, kontan
mengeluh karenanya. Namun
sepertinya dokter Pram tidak
mengetahui, atau tidak peduli?
Entahlah, yang pasti, laki-laki itu
terus memegang dan memeriksa alat
kelamin Ustazah Nur. Dengan jari-
jari tangannya yang panjang dan
keriput, dia terus mengelus dan
memijitinya. Ditelusurinya vagina
cantik Ustazah Nur tanpa berkedip,
tiap bagiannya ia perhatikan dengan
teliti. Air cinta Ustazah Nur yang
mulai mengalir keluar diusapnya
dengan hati-hati agar tidak
menghalangi pandangan. Dokter
Pram sepertinya jenis orang yang
teliti.
”Hmm, sepertinya semua baik-baik
saja,” kata laki-laki tua itu,
tangannya terus bermain di
permukaan kewanitaan Ustazah Nur.
Sang ibu guru muda yang
diperlakukan seperti itu, sebenarnya
ingin protes, namun tidak berani.
Siapa tahu ini benar-benar prosedur
normal, bukan seperti kata hatinya,
yang merasa kalau jari-jari tangan
dokter Pram seperti merangsang
dirinya! Sama seperti yang biasa
dilakukan suaminya ketika merayu
untuk mengajak bercinta. Akibatnya,
cairan kewanitaan Ustazah Nur jadi
meleleh deras sekarang. Semakin
lama menjadi semakin banyak.
Karena malu, ia pun menguatkan diri
untuk melayangkan protes. Ustazah
Nur tidak ingin digoda lebih lama
lagi. Sudah tahu kalau
kewanitaannya baik-baik saja,
kenapa masih dipegangi juga?
”Ehm, dok... a-apa nggak sebaiknya
pake s-sarung tangan? B-
bersalaman aja k-kita tidak boleh,
a-apalagi bersentuhan s-seperti
ini!” sergah Ustazah Nur dengan
nafas panjang pendek. Wajah
cantiknya sudah memerah karena
malu.
Dokter Pram menoleh dan
tersenyum bijak, ”Sarung tangan
cuma membatasi feeling saya,
Ustazah. Begini lebih baik, hasil
diagnosanya bisa lebih akurat.” kata
laki-laki tua itu.
”T-tapi... saya masih keberatan,”
Ustazah Nur mengeluh, ia berusaha
keras melawan rangsangan yang
datang... karena sambil berbincang,
tangan dokter Pram terus memegang
dan memijit-mijit kemaluannya.
”Ustazah tenang saja, biar saya yang
menanggung dosanya. Yang penting
Ustazah cepat sembuh.” doktor
Pram menggunakan dua jarinya
untuk menguak lubang kemaluan
Ustazah Nur. Kalau tadi cuma
permukaannya yang terlihat -yang
mana itu sudah membuat Ustazah
Nur malu bukan main-sekarang
seluruh lorong dan celah kewanitaan
sang Ustazah terlihat jelas.
Sungguh indah bukan main. Warna
dan lipatannya yang masih tampak
sempurna sanggup membuat dokter
Pram terdiam. Lagi-lagi pria itu
terpesona, bagaimana bisa wanita
alim seperti Ustazah Nur yang
jarang merawat tubuh bisa memiliki
alat kelamin sebagus ini. Sungguh
suatu anugrah dari yang kuasa.
Mungkin ini yang namanya karunia,
kalau tidak mau dikatakan mukjizat.
”Ahh, dok...” kembali Ustazah Nur
membuka suara, mencoba untuk
memprotes. ”K-katanya baik-baik
saja, k-kenapa masih diteruskan?”
tanyanya dengan suara berat.
”Tadi cuma bagian luar saja, yang
dalam kan belum saya periksa.”
kilah dokter Pram. Dengan satu jari
ia mengorek kemaluan Ustazah Nur.
Tak dinyana, Ustazah Nur yang
sejak tadi sudah matian-matian
berusaha menahan diri, tiba-tiba
saja berteriak kencang. ”Dok, auw!”
jeritnya parau.
Doktor Pram sempat terkejut, namun
selanjutnya tersenyum penuh
pengertian. ”Kenapa, Ustazah?
Sepertinya saya tidak menyentuh
bagian yang sakit.”
”Ah, s-saya...”
Belum selesai Ustazah Nur
menjawab, dokter Pram sudah cepat
memotong, ”Jangan bilang kalau jari
saya lebih besar dari kemaluan
suami Ustazah,”
Ustazah Nur terdiam, matanya
melotot, sementara mulutnya komat-
kamit ingin membalas kekurang-
ajaran dokter tua itu, namun ia tidak
bisa mengeluarkan suara karena apa
yang dikatakan oleh dokter Pram
memang benar adanya. Memang
tidak lebih kecil sih, tapi ukuran
penis suaminya sama dengan jari
dokter Pram (Menyedihkan bukan?)
itulah kenapa ia menjerit, saat dokter
Pram memasukkan jarinya, Ustazah
Nur jadi merasa seperti disetubuhi.
Melihat keterpanaan Ustazah Nur,
doktor Pram tersenyum nakal dan
meneruskan aksinya. Tangannya
kembali mengorek-ngorek vagina
Ustazah Nur, sementara mulutnya
berbisik, ”Punya saya lima kali lebih
besar dari ini lho,”
”Hah,” Ustazah Nur mendelik marah,
sama sekali tidak menyangka kalau
dokter tua yang kelihatan sopan itu
kini menggodanya. ”Dokter jangan
macam-macam ya, saya...”
”Kenapa, Ustazah ingin melihatnya?”
tantang dokter Pram dengan lebih
berani. Ia nekad berbuat seperti itu
karena meski melihat Ustazah Nur
marah, tapi wanita itu seperti terlihat
pasrah. Hanya mulut dan matanya
yang memprotes, sementara gerak-
gerik dan isyarat tubuhnya
menunjukkan hal yang sebaliknya.
”Bukan!” Ustazah Nur menggeleng
cepat, ”Mana mungkin ada yang
punya barang sebesar itu,” ujarnya
kemudian dengan muka menunduk
menahan malu, entah kenapa ia bisa
berkata seperti ini, padahal biasanya
ia paling anti berkata jorok.
”Haha,” dokter Pram tertawa,
tangannya terus bergerak membelai
kemaluan sang Ustazah cantik
dengan mesra. Benda itu sudah
sangat membanjir sekarang.
”Ustazah mau bukti?” tanyanya
menggoda.
Ustazah Nur terdiam, tubuh
sintalnya menggeliat, namun tidak
bisa melepaskan diri dari kekangan
penyangga yang menahan kakinya.
Usahanya memang tidak terlalu
keras, karena meski ia tidak
menginginkannya, perbuatan dokter
Pram sanggup memancing gairahnya
secara perlahan. Itu yang
membuatnya jadi sedikit pasrah.
”Dari tadi, benda ini bikin saya
penasaran,” kata dokter Pram sambil
menekan pelan kelentit Ustazah Nur.
”Auw!” seperti tadi, kali ini
perempuan cantik itu juga berteriak
kesakitan.
”Aha, sepertinya kita menemukan
letak penyakit Ustazah.” kata dokter
Pram pura-pura gembira. Tangannya
bergerak mengusap pelan kelentit
Ustazah Nur, mencoba menaksir apa
kiranya benjolan merah yang terasa
kaku itu.
”I-iya, dok... i-itu yang sakit.” sahut
Ustazah Nur dengan terengah-
engah. Bukan saja karena kaget, tapi
juga karena rangsangan birahi yang
mulai menguasai tubuh sintalnya.
Bagaimana tidak? Sambil mengusap
kelentit, salah satu jari dokter Pram
terus menjejalahi lubang
kemaluannya. Laki-laki itu seperti
merangsangnya. Misalkan ditambah
jilatan, lengkaplah sudah ritual
mesum itu.
”Ini cuma benjolan biasa, tapi untuk
memastikannya, kita harus
melakukan tes lain.” kata dokter
Pram.
”T-tes apa, d-dok?” tanya Ustazah
Nur dengan sedikit berbisik, ia mulai
tidak bisa berpikir jernih. Tebalnya
iman yang biasanya ia bangga-
banggakan, perlahan terhapus oleh
bayangan penis sang dokter yang
katanya lima kali lipat besarnya.
Kalau pakai jari saja sudah begini
enak, gimana kalau pakai penis
sungguhan? Ah, Ustazah Nur
mengutuk dirinya sendiri.
Bagaimana ia bisa berpikir seperti
itu. Mencoba mengusir bayangan
mesumnya, ia pun menarik nafas
panjang.
”Ustazah lelah?” tanya dokter Pram
yang melihat Ustazah Nur menghela
nafas.
”Ah, t-tidak. Saya cuma pingin
rileks,” Ustazah Nur melemaskan
lagi tubuhnya yang tadi sempat
tegang. Dengan dokter Pram yang
menarik jarinya dan sekarang
berdiri di sampingnya, ia jadi bisa
melakukan itu.
”Maaf tadi saya berlaku kurang ajar.
Habisnya, tubuh Ustazah begitu
indah. Baru kali ini saya dapat
pasien yang sanggup bikin saya
lepas kendali.” kata dokter Pram
dengan sangat terus terang.
”Emm, tidak apa-apa, dok. Saya
juga minta maaf, saya bisa mengerti
kok.” Ustazah Nur melirik
selangkangan sang dokter yang kini
tepat berada di sudut matanya,
tampak benda itu sudah sangat
menggembung, besar sekali. Apapun
sesuatu yang ada di dalamnya, kini
sudah terbangun dan menggeliat,
menampakkan keperkasaannya.
Tanpa sadar, Ustazah Nur menelan
ludahnya. Bayangan penis yang
besarnya lima kali lipat dari milik
sang suami kembali menggoda
pikirannya.
”Saya ingin tahu reaksi tubuh
Ustazah. Bukankah tadi ustazah
bilang kalau perut bagian bawah
yang sakit? Benjolan itu seharusnya
tidak menghasilkan efek seperti itu.
Saya takut ini karena sebab lain.”
kata dokter Pram.
”M-maksud dokter g-gimana?” tanya
Ustazah Nur dengan terbata-bata.
Matanya tetap melirik selangkangan
si dokter tua.
”Saya ingin mengecek tubuh
Ustazah secara keseluruhan.” kata
dokter Pram.
”S-saya harus check-up lengkap,
gitu?” tanya Ustazah Nur tak
mengerti.
Dokter Pram tertawa, “Iya, tapi itu
nanti. Untuk sekarang, saya ingin
melakukan pemeriksaan secara
visual. Seperti yang saya lakukan
pada kewanitaan ustazah.”
Ustazah Nur terhenyak, tak tahu
harus berkata apa. Dokter Pram
ingin melihat seluruh tubuhnya! Apa
ia tidak salah dengar? Diperiksa di
bagian kemaluan saja sudah
membuatnya malu setengah mati,
sekarang malah dokter itu ingin
melihat seluruh tubuhnya. Ini sudah
tidak benar. Ia harus menolak.
Seberapapun kuat gairah yang sudah
menguasai tubuh sintalnya, Ustazah
Nur mencoba untuk melawan.
Harkat dirinya sebagai seorang
wanita terhormat yang taat
menjalankan ajaran agama sedang
dipertaruhkan, dan ia tidak ingin
kalah.
“M-maaf, dok. Sepertinya s-saya
tidak bisa melakukan itu.” kata
Ustazah Nur pada akhirnya. Inilah
kalimat paling benar yang ia ucapkan
selama 10 menit terakhir.
Dokter Pram menoleh. ”Kenapa,
Ustazah malu?” tanyanya.
”Bukan hanya malu, ini memang
tidak boleh.” kata Ustazah Nur
tegas.
”Lalu bagaimana saya harus
memeriksa Ustazah?” tanya dokter
Pram, mulai terlihat tidak sabar.
”Tidak usah, cukup obati benjolan
yang ada di kewanitaan saya saja.”
dan ngomong soal kewanitaan,
Ustazah Nur jadi teringat pada
lubang vaginanya yang sampai saat
ini masih terbuka lebar bagi sang
dokter. ”Dan tolong, tutupi milik
saya.” pintanya dengan muka jengah
antara malu dan jengkel.
Dokter Pram mengangguk dan
tersenyum, sedikit meminta maaf.
”Ah, iya. Maaf.” segera ia
menurunkan kembali celana dalam
Ustazah Nur. Saat mengatur
letaknya, jarinya sedikit menggesek,
seperti sengaja menyentil kelentit
sang ustazah untuk yang terakhir
kali.
Sedikit berjengit, namun tidak bisa
marah, Ustazah Nur menghela nafas
lega. Untunglah, ia bisa lolos dari
awal perbuatan zina.
Namun dokter Pram yang sudah
mulai tergoda, tentu saja tidak akan
melepaskan mangsanya begitu
mudah. Apalagi di saat yang sama,
Ustazah Nur yang akan menurunkan
kaki dari topangan, tiba-tiba
mengeluh kesakitan.
”Auw! Aduh! Aduduh! Dok... sakit!”
kata perempuan cantik itu sambil
memegangi bagian bawah perutnya.
”Kenapa, ustazah?” tanya dokter
Pram dengan kaget. Cepat ia
bereaksi, dielusnya pinggul Ustazah
Nur dengan maksud untuk
meredakan rasa sakitnya.
Ustazah Nur yang tengah merintih-
rintih, sama sekali tidak
menghiraukan saat tangan sang
dokter kembali menjamah
kemaluannya.
”Mana yang sakit?” tanya dokter
Pram sambil terus memijit-mijit
pelan, kembali disingkapnya celana
dalam Ustazah Nur hingga kemaluan
wanita cantik itu terlihat jelas.
Benjolan yang ada di kelentitnya
tampak menonjol memerah. Dokter
Pram segera menekannya. Tidak
ada reaksi dari Ustazah Nur,
sepertinya penyebab sakitnya bukan
dari benda mungil itu.
”Arghhh... dok, sakit!” pekik
Ustazah Nur sekali lagi, tubuhnya
makin kuat menggelinjang.
Sementara keringat dingin mulai
keluar dari sela jilbabnya.
Dokter Pram mengangguk, ”Cepat
buka baju Ustazah, biar saya
periksa.”
Ustazah Nur tidak dapat lagi
menolak. Rasa seperti ditusuk dan
dipelintir-pelintir terus merajam
bagian bawah perutnya.
Membuatnya jadi benar-benar tak
tahan. Maka, sambil meringis
kesakitan, ia pun merelakan saat
tangan kurus dokter Pram membantu
mencopoti kancing bajunya.
”M-maaf, Ustazah.” kata dokter tua
itu saat tangannya dengan tidak
sengaja menyenggol tonjolan buah
dada Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur
menyingkap baju panjang dan
daleman yang ia kenakan. Jadilah,
dengan perasaan sangat malu
namun kesakitan, ia berbaring
hampir telanjang di depan dokter
Pram. Hanya jilbab lebar dan beha
putih susu yang masih tersisa di
tubuh sintalnya. Yang lain sudah
terlepas begitu mudah. Memang
masih ada celana dalam, tapi benda
itu seperti jadi penghias saja karena
sudah tersingkap dari tadi,
memperlihatkan lubang kemaluan
Ustazah Nur yang sudah basah dan
memerah.
Dokter Pram memandangi sejenak
tubuh montok Ustazah Nur yang
masih menggeliat-geliat menahan
sakit. Ia perhatikan bahu ibu muda
itu yang ternyata begitu bersih, putih
sekali, dengan lekuk tubuh yang
masih menampakkan keindahan
meski baru saja melahirkan. Bulatan
payudaranya tampak begitu
menggoda, sangat besar sekali.
Sisi-sisinya yang padat dan putih
mulus terlihat jelas karena beha
yang dikenakan Ustazah Nur
ternyata kekecilan.
Ustazah Nur berusaha
membenahinya dengan
mendekapkan tangan di bagian
atasnya, berharap bisa menghalangi
pandangan sang dokter dari tonjolan
buah dadanya. ”Dok, s-sakit!” ia
mengingatkan laki-laki tua itu saat
melihat dokter Pram cuma diam saja
tanpa bertindak apa-apa.
”Ah... eh, iya. Maaf.” tersadar dari
lamunan, cepat dokter Pram
memegangi tubuh Ustazah Nur.
Dimulai dari bagian bawah perut.
”Katakan kalau sakit,” perintahnya.
Ustazah Nur mengangguk. Bisa
dirasakannya tangan sang dokter
yang tengah meraba lembut kulit
selangkangannya. Dilanjutkan naik
ke atas menuju bukit kemaluannya.
Dokter Pram seperti meraba-raba
rambut kemaluannya sebelum
tangannya terus naik menuju ke
bagian bawah pusar. Disini dokter
Pram menekan sedikit, membuat
Ustazah Nur sedikit berjengit namun
tidak berteriak kesakitan.
”Nggak sakit?” tanya dokter tua itu
melihat pasiennya yang cuma
terdiam.
Ustazah Nur menggeleng. Wajahnya
memerah karena merasakan usapan
tangan dokter Pram yang seperti
menggelitik lubang pusarnya.
Namun itu cuma sesaat, karena
dokter itu sudah keburu melanjutkan
rabaannya. Kali ini makin ke atas.
Setelah memenceti sisi perut
Ustazah Nur yang ternyata tidak
berefek apa-apa, dokter Pram
menggerakkan jari-jarinya ke
pangkal dada Ustazah Nur yang
masih tertutup bh.
”Maaf ya, Ustazah. Boleh saya...” ia
meminta ijin untuk memegangi
payudara Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur
mengalihkan pandangannya ke
samping. Tidak sanggup untuk
melihat saat dokter Pram ingin
menjamah bagian penting dari
kewanitaannya. Kalau saja tidak
sedang dalam kondisi genting dan
kesakitan, tentu ia tidak akan
mengijinkannya.
Merasa mendapat restu, dokter Pram
pun mengulurkan tangan. Pelan ia
taruh jari-jarinya di atas gundukan
payudara Ustazah Nur yang sebelah
kiri. Ditekannya pelan dengan
selembut mungkin. Saat melihat
tidak ada reaksi, ia memindahkan
tangannya sedikit lebih ke samping.
Kembali ditekannya pelan. Begitu
terus hingga seluruh bagian
payudara Ustazah Nur yang besar
dan mengkal itu berhasil ia jelajahi.
Rasanya sungguh nikmat dan
empuk. Meski masih tertutup bh,
tetapi tetap tidak bisa
menghilangkan keindahannya.
Keringat dingin mulai keluar dari
dahi sang dokter saat ia terus
bekerja. Kali ini giliran yang sebelah
kanan yang ia garap. Sama seperti
tadi, ia juga memencetinya bagian
demi bagian hingga terjamah
seluruhnya. Rintihan halus mulai
terdengar dari mulut manis Ustazah
Nur. Wanita itu memejamkan kedua
matanya rapat-rapat sambil
menggigit bibir bawahnya kuat-kuat
untuk meredam teriakan.
Dokter Pram tersenyum, rupanya
bukan dia saja yang tengah
bergairah. Menyeringai senang,
iapun terus menggerakkan
tangannya. Kini dengan dua tangan
ia pegangi buah dada Ustazah Nur.
Satu tangan untuk satu gundukan.
Orang bodohpun tahu, posisi itu
adalah posisi laki-laki yang sedang
merangsang seorang wanita. Bukan
seorang dokter yang tengah
memeriksa pasiennya.
”Ehm... dok!” Ustazah Nur merintih,
tubuh mulusnya menggeliat. Tapi
bukan karena sakit, justru karena
merasa nikmat oleh pijitan sang
dokter.
”Tahan, Ustazah. Sebentar lagi
selesai.” lirih dokter Pram.
Tangannya terus bergerak
meremas-remas tumpukan daging
kenyal di dada Ustazah Nur yang
membusung indah. Ia sudah tidak
lagi gemetar seperti tadi, kini sudah
sangat mantab dan berani. Apalagi
saat dilihatnya Ustazah Nur sama
sekali tidak menolak, malah
cenderung menikmatinya.
Dengan batang penis yang kian
mendesak celana panjangnya, dokter
Pram menepuk bahu Ustazah Nur.
”S-sudah, Ustazah.” panggilnya
mencoba menyadarkan Ustazah Nur.
Wanita itu membuka sedikit bola
matanya. “Ah, i-iya.”
”Tidak ada yang salah dengan tubuh
Ustazah, semuanya normal dan
baik-baik saja.” kata dokter Pram
sambil matanya tak berkedip
menatap busungan dada Ustazah Nur
yang bergerak turun naik di depan
hidungnya.
”Ah, s-syukurlah kalau b-begitu.”
sahut Ustazah Nur lirih. Rasa sakit
di bawah perutnya memang sudah
hilang sekarang.
”Tapi saya curiga ini karena
kesalahan saya,” sambung dokter
Pram.
”Kesalahan dokter? Maksudnya?”
tanya Ustazah Nur tak mengerti.
”Mungkin saya kurang teliti dalam
memeriksa, jadi penyakit Ustazah
terlewat dari pengamatan saya.”
jelas dokter Pram.
Ustazah Nur berusaha mencerna
kata-kata itu. Lalu, ”Ehm, jadi...
dokter mau melakukan pemeriksaan
ulang, gitu?” tanyanya.
Dokter Pram mengangguk, ”Dengan
ustazah melepas bh ini,” jarinya
menunjuk beha putih susu yang
masih bertengger di atas gundukan
payudara ustazah Nur. ”Saya harus
memegangnya langsung, kulit
bertemu kulit. Dengan begitu, saya
bisa memastikannya dengan lebih
teliti.” tambahnya sebelum Ustazah
Nur sempat membantah.
Ibu guru berjilbab itu kembali
terdiam, berat sekali rasanya
menanggung semua ini. Sebelum
kesini tadi, ia sama sekali tidak
menyangka kalau akan disuruh
telanjang. Tapi sekarang?
Ah, namun penyakitnya sangat perlu
untuk diobati. Rasanya sakit sekali
kalau lagi kambuh. Lebih baik ia
telanjang daripada merasakannya
lagi. Bisa-bisa ia pingsan kalau rasa
sakit itu datang lagi.
Maka, sambil menghela nafas
panjang, Ustazah Nur pun berucap.
”Bagaimana kalau tangan dokter
masuk ke dalam. Saya malu kalau
harus melepasnya, malu sekali!”
bisiknya.
Dokter Pram mengangguk, ”Begitu
juga bisa,”
Selesai berkata, dengan tangan
bergetar, dokter tua itupun
menjamah payudara Ustazah Nur.
Jari-jarinya menyusup masuk ke
balik cup bh sang ibu muda.
”Ahh...” Ustazah Nur melenguh saat
merasakan jari-jari sang dokter
yang mulai melingkupi tonjolan buah
dadanya. Dokter itu mengusap-usap
pelan seluruh permukaannya yang
halus dan mulus, terutama
putingnya, beberapa kali jari dokter
Pram seperti sengaja menjepit dan
memilinnya, membuat butiran
keringat mulai bermuncul di dahi
Ustazah Nur yang masih tertutup
jilbab.
Dokter Pram tersenyum
menyaksikan betapa nafas
pasiennya yang cantik ini mulai
sedikit tidak teratur. Ia terus memijit
dan meremas-remas, merasakan
betapa payudara Ustazah Nur begitu
licin dan empuk dalam genggaman
tangannya. Pesona benda itu begitu
luar biasa hingga membuat dokter
Pram jadi ikut kesulitan untuk
mengatur nafas.
”Dok...” tegur Ustazah Nur dengan
suara nyaris berbisik.
”Shh... tenang, Ustazah.” desis
dokter Pram untuk menenangkan.
”Saya masih belum selesai,”
ucapnya dengan tangan terus
bergerak. Dari yang kiri, selanjutnya
berpindah ke yang kanan. Ia terus
meremas-remas payudara Ustazah
Nur yang bulat besar dengan penuh
kelembutan. Dari degup jantung dan
deru nafas sang dokter yang kian
memacu, sudah bisa ditebak betapa
luar biasanya rasa bulatan kembar
itu.
”Dok...” Ustazah Nur kembali
berbisik, ia memegang kedua
pergelangan tangan sang dokter,
berusaha sedikit menarik dari
permukaan buah dadanya.
Tapi dokter Pram yang sudah
terlanjur enak, tentu saja tidak mau
berhenti begitu saja. ”Tahan, tinggal
sedikit lagi.” sahutnya sambil terus
mempertahankan remasan
tangannya.
Ustazah Nur terdiam, ia sudah tidak
bisa lagi memprotes. Malah yang
ada sekarang, bulu kuduknya mulai
meremang. Lalu tubuhnya yang
sintal jadi sedikit agak gemetar,
dengan diiringi deru nafas yang
mulai tidak beraturan. Sepertinya ia
sudah mulai kehilangan kendali.
Habisnya, siapa juga yang tahan
diremas-remas seperti itu. Wanita
manapun pasti takluk, tak peduli
seberapa hebat imannya.
Cup beha Ustazah Nur mulai tertarik
ke atas secara perlahan-lahan,
menampakkan gundukan daging
kenyal yang ada di dalamnya, yang
tengah ditampung oleh dokter Pram
ke dalam genggaman tangannya.
”Dok, jangan...” lirih Ustazah Nur
saat melihat dokter tua itu mulai
menunduk untuk menciumnya.
Tapi dokter Pram yang pertahanan
moralnya sudah tumbang, cepat
menindihnya. Ustazah Nur berusaha
untuk melawan dengan mencoba
mendorong tubuh laki-laki tua,
namun apalah arti tenaga seorang
wanita dibanding pria yang tengah
terbakar nafsu. Dengan mudah
dokter Pram bisa meringkusnya.
”Dok... jangan, ini tidak boleh...
mmmff!!” ucapan Ustazah Nur
terhenti ketika dokter Pram
menyumpal paksa mulutnya dengan
ciuman. Laki-laki itu mencucup dan
melumatnya penuh nafsu sambil
tangannya terus bergerak meremas-
remas bukit kenyal di dada Ustazah
Nur.
”Mmmf... Dok, mmmhh!” tangan
Ustazah Nur terus meronta, namun
dokter Pram cepat menangkap dan
merentangkannya ke atas, membuat
perempuan cantik itu jadi benar-
benar tidak berdaya sekarang.
Kembali dokter Pram melumat
bibirnya, ia menahan pergelangan
tangan Ustazah Nur dengan satu
tangan karena sebelah tangannya
sibuk berupaya melepas ikatan
celana panjang yang ia pakai.
Ustazah Nur mulai menangis terisak,
tubuhnya menggeliat-geliat,
berusaha melakukan perlawanan
untuk yang terakhir kali. Namun itu
justru menciptakan pemandangan
sensual yang makin membangkitkan
birahi sang dokter tua. Mata Ustazah
Nur membelalak dan kian panik
ketika dengan paksa dokter Pram
merenggut celana dalamnya.
”Dok, jangan!” Ustazah Nur sama
sekali tidak bisa melawan. Kakinya
yang tertahan di kaki ranjang tidak
bisa dirapatkan. Akibatnya, batang
penis sang dokter yang sudah
ngaceng berat -yang ukurannya lima
kali lipat dari penis sang suami-
tepat berada di antara kedua
pahanya, mencari-cari lubang
kemaluannya untuk dimasuki.
”Ahh, Dok!” rintih Ustazah Nur saat
merasakan tumbukan benda itu di
bibir alat kelaminnya, dan terus
berusaha mendorong masuk hingga
menemukan celahnya, yang
ternyata... telah begitu basah.
Dokter Pram tersenyum, ”Tahan,
Ustazah. Akan saya masukkan
sekarang. Ustazah pasti akan
menyukainya.” bisik laki-laki tua itu
sambil mulai mendesakkan pinggul.
”Ahh...” ia melenguh saat merasakan
jepitan kemaluan Ustazah Nur yang
ternyata lebih sempit dari rongga
vagina Mia, perawat yang tadi
membantunya, yang sudah sering ia
tiduri saat sedang bertugas.
”Ugh,” Ustazah Nur hanya bisa
meringis pasrah, air mata terus
mengalir menemani isakan masih
yang keluar dari mulutnya.
”Maafkan saya, Ustazah... tubuh
Ustazah begitu menggoda, bukan
salah saya kalau jadi nggak tahan
seperti ini.” ujar dokter Pram sambil
berusaha mengayun-ayunkan
pinggulnya.
”Hah, hah,” Ustazah Nur hanya bisa
terisak dan menggigit bibirnya saat
dokter Pram mulai memompa
tubuhnya. Mula-mula perlahan, tapi
semakin lama menjadi semakin
cepat hingga membuat tubuh ibu
guru muda yang cantik itu jadi
berguncang-guncang. Terutama
tonjolan buah dadanya yang sangat
besar, yang sayang jika disia-
siakan. Maka dokter Pram segera
menangkap dan memeganginya
sambil menggigit ringan kedua
puncaknya secara bergantian,
membuat Ustazah Nur kian merintih
dan menangis pilu.
Pagi itu, suasana yang sejuk
berubah menjadi panas. Tubuh tua
dokter Pram mulai dibanjiri keringat,
begitu juga dengan Ustazah Nur.
Kamar praktek dengan cat biru muda
itu seolah-olah berubah menjadi
kamar pengantin yang begitu indah
(bagi dokter Pram), diiringi deritan
ranjang besi yang bergerak pelan
seiring goyangan sepasang manusia
yang berbaring di atasnya.
Ustazah Nur sudah terdiam, pasrah
akan nasibnya. Melawan seperti
apapun, semuanya pasti sia-sia.
Kelakuan bejat dokter Pram tidak
mungkin dapat ia hindarkan.
Memang ia sendiri yang salah, mau
saja dijebak dengan alasan
pemeriksaan lanjutan. Kalau tahu
jadinya akan seperti ini, tentu ia
akan menolak tadi. Penyesalan
memang selalu datang terlambat.
Suara kecipak alat kelamin mereka
semakin keras terdengar. Dokter
Pram kembali melumat bibir
Ustazah Nur yang mengatup rapat
dan menghisapnya dengan begitu
rakus. ”Jangan diam saja, Ustazah...
saya tahu kalau Ustazah juga
menikmatinya!” lenguh dokter Pram,
membuat wajah Ustazah Nur jadi
kian memerah.
”Auw!” Ustazah Nur menjerit ketika
tiba-tiba dokter Pram merangkul dan
memeluk ketat dirinya. Di bawah, ia
merasakan penis sang dokter
berkedut-kedut pelan saat
menumpahkan segala isinya. Laki-
laki itu telah orgasme, ejakulasi di
dalam dirinya. Semprotan demi
semprotan benih terlarangnya
menerjang setiap sudut gua
kenikmatan Ustazah Nur bagai air
bah. Sangat kental dan banyak
sekali.
Ustazah Nur menangis pilu, ia
terisak pelan tanpa mengeluarkan
suara. Saat dokter Pram bangkit
meninggalkan tubuh sintalnya,
tampak cairan putih kental mengalir
keluar dari celah bibir kemaluannya,
menciptakan danau kecil di atas
sprei klinik yang putih bersih. Mata
Ustazah Nur menerawang ke langit-
langit kamar. Dadanya naik turun
membawa serta dua gunung indah di
atasnya, membuat dokter Pram jadi
tergoda untuk menjamahnya
kembali.
“Maafkan saya, Ustazah... saya
khilaf. Sebagai lelaki normal, berat
bagi saya untuk mengabaikan tubuh
indah Ustazah begitu saja. Sekali
lagi, maafkan saya. Kalau Ustazah
ingin lapor ke polisi, silakan saja.
Saya pasrah!” kata dokter Pram
sambil membenahi celananya.
Ustazah Nur melirik sekilas ke
penis sang dokter yang masih basah
belepotan sperma. Benda sebesar
lima jari itulah yang barusan
merenggut kehormatannya.
Kehormatan seorang istri yang lama
tidak dipuaskan oleh seorang suami,
yang tragisnya, menemukan
kepuasan itu dalam sebuah
pemerkosaan!
Ya, Ustazah Nur tidak ingin munafik.
Jujur ia mengakui, inilah
persetubuhan ternikmat yang pernah
ia rasakan. Penis besar dokter Pram
seperti memanjakannya, meski pada
awalnya memang sangat
menyakitkan. Namun begitu alat
kelamin mereka sudah mulai bisa
terbiasa dan bisa menyesuaikan diri,
bukan nyeri yang dirasakan oleh
Ustazah Nur, melainkan rasa nikmat
yang amat sangat, yang tidak pernah
ia dapatkan dari sang suami.
Itulah sebabnya kenapa tadi ia
terdiam di akhir-akhir permainan.
Ustazah Nur rupanya mulai bisa
menikmatinya. Tapi sayang, dokter
Pram keburu keluar duluan. Kalau
saja diteruskan lebih lama lagi, pasti
Ustazah Nur akan orgasme juga,
sesuatu yang sudah lama ia rindukan
dan cari-cari.
”Maafkan saya, Ustazah.” kata
dokter Pram sekali lagi,
menyadarkan Ustazah Nur dari
lamunannya.
Wanita itu memandang dengan muka
sayu dan berujar. ”Saya tidak akan
melaporkan ini ke polisi, dok, karena
ini merupakan salah saya juga. Tapi
saya berharap, ini jadi rahasia kita
berdua.”
“Saya akan jaga rahasia ini,
Ustazah,” jawab dokter Pram pelan
sambil berupaya memeluknya, kali
ini Ustazah Nur dengan pasrah
meringkuk dalam dekapannya dan
menumpahkan tangis di dada kurus
sang dokter.
Entah siapa yang memulai, kembali
bibir mereka saling bertemu dan
berpagutan. Tangan dokter Pram
kembali meremas-remas payudara
montok milik Ustazah Nur,
sementara Ustazah Nur dengan
malu-malu membalas dengan
mengusap-usap batang penis sang
dokter yang kembali siap tempur.
”Ustazah?” lirih dokter Pram.
Menyadari kalau ibu muda itu
ternyata juga memendam hasrat
kepada dirinya, maka dengan cepat
ia kembali menindih dan
mengangkangi Ustazah Nur. Ia
arahkan batang penisnya ke
selangkangan perempuan cantik itu.
”I-iya, lakukan, dok!” sahut Ustazah
Nur dengan pasti.
Tersenyum penuh kemenangan,
dokter Pram pun menusukkan
penisnya. ”Jlebb!” kembali batang
itu tenggelam dalam liang senggama
Ustazah Nur.
”Arghh... dok!” Kali ini Ustazah Nur
sudah tak malu-malu lagi
mengeluarkan suara rintihan nikmat.
Pantat moleknya tampak
berguncang-guncang akibat
hentakan sang dokter yang mulai
bergerak cepat.
Tangan dokter Pram meraih gunung
kembar yang terayun-ayun indah di
dada Ustazah Nur. Ia memijit dan
meremas-remasnya sambil terus
menggoyang keras.
”Ouuh... Dok!” rintih Ustazah Nur
menemani tusukan dokter Pram.
Tubuh mereka kembali basah,
berkilauan oleh keringat. Ronde
kedua ini lebih lama berlangsung.
Ustazah Nur makin mendesah-desah
saat nikmatnya orgasme mulai
terasa datang menyerang tubuh
sintalnya.
”Dok, terus! Aku... arghhhh!” dengan
satu teriakan kencang, tubuh
Ustazah Nur pun berguncang.
Kemaluannya berkedut cepat memijit
batang penis dokter Pram yang
masih bergerak cepat. Bersamaan
dengan itu, cairan bening
berhamburan memancar dari liang
senggamanya, menyiram penis sang
dokter hingga jadi terasa basah dan
lengket. Tubuh montok Ustazah Nur
gemetar hebat saat mengalaminya.
Itulah orgasme terdahsyat yang
pernah ia alami seumur hidupnya.
Yang pertama, sekaligus yang
ternikmat.
”Ustazah, ahh...” dokter Pram
menyusul tak lama kemudian.
Kembali cairan spermanya
menyiram mulut rahim Ustazah Nur
secara bertubi-tubi.
Pagi itu, hubungan profesional
seorang dokter dan pasiennya, telah
melanggar batas, berubah menjadi
hubungan terlarang sepasang
manusia yang masing-masing telah
terikat perkawinan.
Dokter Pram terlihat puas, begitu
juga dengan Ustazah Nur. Wanita itu,
yang awalnya begitu malu, sekarang
sudah menjadi nakal dan ketagihan.
Kembali ia merayu sang dokter tua
hingga sekali lagi mereka
melakukannya. Menjelang siang,
saat sekolah sudah akan bubar, baru
Ustazah Nur beranjak keluar dari
kamar praktek dokter Pram.
Tersungging senyum manis di
bibirnya yang tipis.
Hari-hari berikutnya, hubungan
haram itu terus berlangsung. Dan
membawa konsekuensi tumbuhnya
benih di rahim Ustazah Nur, padahal
bayinya yang pertama masih
berumur 3 bulan. Untunglah sang
suami sama sekali tidak curiga,
bahkan saat Ustazah Nur meminta
untuk diantar periksa ke dokter
Pram, laki-laki itu dengan senang
hati melakukannya. Dibiarkannya
sang istri tercinta masuk ke ruang
periksa tanpa ia dampingi, ia sama
sekali tidak tahu kalau di dalam,
dokter Pram sudah menunggu
kedatangan Ustazah Nur dengan
tubuh telanjang dan penis
mendongak ke atas begitu kencang.

Aku, Istriku, Kakak Ipar dan Suaminya




Mungkin saya termasuk aneh atau punya kelainan. Bayangkan, sudah punya istri cantik masih merindukan wanita lain. Kurang ajarnya, wanita itu adalah kakak ipar sendiri. Kalau dibanding-bandingkan maka jelas istri saya memiliki beberapa kelebihan. Selain lebih muda, di mata saya lebih cantik dan manis. Postur tubuhnya lebih ramping dan berisi. Sedangkan kakak ipar saya yang sudah punya dua anak itu badannya sedikit gemuk, tetapi kulitnya lebih mulus.
Entah apanya yang sering membuat saya membayangkan berhubungan intim dengan dia. Perasaan itu sudah muncul ketika saya masih berpacaran dengan adiknya. Semula saya mengira setelah menikah dan punya anak perasaan itu akan hilang sendiri. Ternyata lima tahun kemudian setelah punya anak berusia empat tahun, perasaan khusus terhadap kakak ipar saya tidak menghilang. Bahkan terasa tambah mendalam. Ketika menggauli istri saya seringkali tanpa sadar membayangkan yang saya sebadani adalah kakak ipar, dan biasanya saya akan mencapai puncak kenikmatan paling tinggi. Ketika bertemu saya sering secara sembunyi-sembunyi menikmati lekuk-lekuk tubuhnya. Mulai dari pinggulnya yang bulat besar hingga buah dadanya yang proporsional dengan bentuk tubuhnya.

Sesekali saya sukses mencuri lihat paha atau belahan buah dadanya yang putih mulus. Jika sudah demikian maka jantung akan berdetak sangat kencang. Nafsu saya menjadi begitu bergelora.
Pernah suatu ketika saya mengintip saat dia mandi di rumah saya lewat lubang kunci pintu kamar mandi.

Namun karena takut ketahuan istri dan orang lain, itu saya lakukan tanpa konsentrasi sehingga tidak puas. Keinginan untuk menikmati tubuh kakak ipar makin menguat. Namun saya masih menganggap itu hanya angan-angan karena rasanya mustahil dia mau suka rela berselingkuh dengan adik ipar sendiri. Namun entah kenapa di lubuk hati yang paling dalam saya punya keyakinan mimpi gila-gilaan itu akan kesampaian.

Cuma saya belum tahu bagaimana cara mewujudkan. Kalau pun suatu waktu itu terjadi saya tidak ingin prosesnya terjadi melalui kekerasan atau paksaan. Saya ingin melakukan suka sama suka, penuh kerelaan dan kesadaran, serta saling menikmati. Mungkin setan telah menunjukkan jalannya ketika suatu hari istri saya bilang kakaknya ingin meminjam VCD porno. Kebetulan saya punya cukup banyak VCD yang saya koleksi sejak masih bujangan.

Sebelum berhubungan intim saya dan istri biasa nonton VCD dulu untuk pemanasan meningkatkan gairah dan rangsangan. ”Kenapa kakakmu tiba-tiba pengin nonton VCD gituan ?” tanya saya pada istri saya. ”Nggak tahu.” ”Barangkali setelah sterilisasi nafsunya gede,” komentar saya asal-asalan. Beberapa keping VCD pun saya pinjamkan. Ini salah satu jalan untuk mencapai mimpi saya. Tetapi harus sabar karena semua memerlukan proses dan waktu agak panjang. Setelah itu secara rutin kakak ipar saya meminjam VCD porno. Rata-rata seminggu sekali. ”Dia lihat sendiri atau sama suaminya ?” tanya saya. ”Ya sama suaminya dong,” jawab istri saya. ”Kamu cerita sama dia ya sebelum main kita nonton VCD biru ?” ”Iya …,” jawab istri saya malu-malu. ”Wah rahasia kok diceritakan sama orang lain.” ”Kan sama saudara sendiri nggak apa-apa.” ”Eh … kamu bilang sama dia, kapan-kapan kita nonton bareng yuk …” ”Maksudmu ?” ”Ya dia dan suaminya nonton bareng sama kita.” ”Huss … malu ah …” ”Kenapa malu ? Toh kita sama-sama suami istri dan seks itu kan hal wajar dan normal …” Sampai di situ saya sengaja tidak memperpanjang pembicaraan.

Saya hanya bisa menunggu sambil berharap mudah-mudahan saran itu benar-benar disampaikan kepada kakaknya. Sebulan setelah itu kakak ipar dan suaminya berkunjung ke rumah kami dan menginap. Istri saya mengatakan mereka memenuhi saran saya untuk nonton VCD porno bersama-sama. Diam-diam saya bersorak dalam hati. Satu langkah maju telah terjadi. Namun saya mengingatkan diri sendiri, harus tetap sabar dan berhati-hati. Kalau tidak maka rencana bisa buyar.

Malam itu setelah anak-anak tidur kami nonton VCD porno bersama-sama. Saya lihat pada adegan-adegan yang hot kakak ipar tampak terpesona. Tanpa sadar dia mendekati suaminya. Beberapa VCD telah diputar. Tampak nafsu mereka sudah tak terkendali. Saling mengelus dan meremas. Istri saya juga demikian. Sejak tadi tangannya sudah menelusup di balik sarung saya memegangi senjata kebanggaan saya. ”Mbak silakan pakai kamar belakang,” kata saya kepada kakak ipar setelah melihat mereka kelihatan tak bisa menahan diri lagi.

Tanpa berkata sepatah pun kakak ipar menarik tangan suaminya masuk kamar yang saya tunjukkan. ”Sekarang kita gimana ?” tanya saya menggoda istri saya. ”Ya main dong …” Kami berdua segera masuk kamar satunya lagi. Anak-anak kami kebetulan tidur di lantai dua sehingga suara-suara birahi kami tak akan mengganggu tidur mereka. Ketika saya berpacu dengan istri saya, di kamar belakang kakak ipar dan suaminya juga melakukan hal serupa.

Jeritan dan erangan kenikmatan wanita yang diam-diam saya rindukan itu kedengaran sampai telinga saya. Saya pun jadi makin terangsang. Malam itu istri saya kembali saya bayangkan sebagai kakak ipar. Saya bikin dia orgasme berkali-kali dalam permainan seks yang panjang dan melelahkan tetapi sangat menyenangkan. Selanjutnya kegiatan bersama itu kami lakukan rutin, minimal seminggu sekali. Sesekali di rumah kakak ipar sebagai variasi. Dua keluarga tampak rukun, meski diam-diam saya menyimpan suatu keinginan lain.

Saat anak-anak liburan sekolah saya mengusulkan wisata bersama ke daerah pegunungan. Istri saya, kakak ipar dan suaminya setuju. Tak lupa saya membawa beberapa VCD porno baru pinjaman teman serta playernya. Setelah seharian bermain kesana-kemari anak-anak kelelahan sehingga mereka cepat tertidur. Apalagi udaranya dingin. Sedangkan kami orang tua menghabiskan malam untuk mengobrol tentang banyak hal. ”Eh … dingin-dingin begini enaknya nonton lagi yuk,” kata saya. ”Nonton apa ?” tanya suami kakak ipar. ”Biasa. VCD gituan. Kebetulan saya punya beberapa VCD baru.” Mereka setuju.

Kemudian kami berkumpul di kamar saya, sedangkan anak-anak ditidurkan di kamar kakak ipar yang bersebelahan. Jadilah di tengah udara dingin kami memanaskan diri dengan melihat adegan-adegan persetubuhan yang panas beserta segala variasinya. Sampai pada keping ketiga tampak kakak ipar sudah tak tahan lagi. Dia merapat ke suaminya, berciuman. Istri saya terpengaruh.

Wanita itu mulai meraba-raba selangkangan saya. Senjata kebanggaan saya sudah mengeras. ”Ayo kita pindah ….” bisik istri saya. ”Husss .. pindah kemana. Di sebelah ada anak-anak. Di sini saja.” Akhirnya kami bergulat di sofa. Tak risih meski di tempat tidur tidak jauh dari kami kakak ipar dan suaminya juga melakukan hal serupa. Bahkan mereka tampak sangat bergairah. Pakaian kakak ipar sudah tak karuan lagi. Saya bisa melirik paha dan perutnya putih mulus. Mereka berpagutan dengan ganas sehingga sprei tempat tidur juga awut-awutan. Istri saya duduk mengangkangkan paha.

Saya tahu, ia minta dioral. Mulut dan lidah saya pun mulai mempermainkan perangkat kelaminnya tanpa melepas celana dalam. ”Ohhhh … terus .. enakkkkkk, Mas ….” lenguh istri saya merasa sangat nikmat. Sementara itu ekor mata saya melirik aksi kakak ipar dan suaminya yang berkebalikan dengan saya dan istri. Kakak ipar tampak amat bergairah mengaraoke penis suaminya. Saya pun melanjutkan menggarap vagina dan wilayah sekitarnya milik istri saya.

Lidah saya makin dalam mempermainkan lubang, mengisap-isap, dan sesekali menggigit klitoris. ”Ooh … ahhhhh …. ahhhh ……..” istri saya mengerang keras tanpa merasa malu meski di dekatnya ada kakak kandungnya yang juga sedang bergulat dengan suaminya. Satu demi satu saya lepas pakaiannya yang menghalangi. Pertama celana dalamnya, lalu rok bawahnya. Lenguhan istri saya bersahut-sahutan dengan erangan suami kakak ipar.

Beberapa saat kemudian posisi berubah. Istri saya gantian mengulum penis saya, sedangkan suami kakak ipar mulai menggarap kelamin istrinya. Erangan saya pun berlomba dengan erangan kakak ipar. Setengah jam kemudian saya mulai menusuk istri saya. Tak lama disusul suami kakak ipar yang melakukan hal serupa terhadap istrinya.

Lenguhan dua perempuan kakak beradik yang dilanda kenikmatan terdengar bergantian. ”Mas, batangmu enakkk sekali ….”’ bisik istri saya. ”Lubangmu juga enak,” jawabku. Sembari menaikturunkan pinggul tanganku meremas-remas payudara istri saya yang meski tidak terlalu besar tetapi padat dan tampak merangsang. Setelah beberapa saat bertahan dalam posisi konvensional, lalu saya memutar tubuh istri saya dan menyetubuhi dari belakang. Saya melirik ke tempat tidur. Posisi kakak ipar berada di atas suaminya.

Teriakan dan gerakan naik turunnya sangat merangsang saya untuk merasakan betapa enaknya menyetubuhi kakak ipar. Namun saya harus menunggu saat yang tepat.
Kira-kira ketika istri saya, kakak ipar dan suaminya sudah berada di dekat puncak kenikmatannya, sehingga kesadarannya agak berkurang. Sambil menggenjot istri saya dari belakang saya terus melirik mereka berdua. Entah sudah berapa kali istri saya mencapai puncaknya, saya sudah tak begitu memperhatikan lagi.

”Ayo kita ke tempat tidur,” bisik saya pada istri saya. ”Kan dipakai …. ” Saya segera menggendong tubuhnya, lalu menelentangkan di tempat tidur di samping kakaknya yang sedang digarap suaminya. Mula-mula keduanya agak kaget atas kehadiran kami. Tetapi kemudian kami mulai asyik dengan pasangan masing-masing. Tak perduli dan tak malu. Malah suara-suara erotis di sebelah kami makin meningkatkan gairah seksual.

Di tengah-tengah nafsu yang menggelora saya menggamit suami kakak ipar saya. Dia menoleh sambil menyeringai menahan nikmat. ”Ssst … kita tukar ….” ”Hhhh …. ” dia terbengong tak paham. Lalu saya mengambil keputusan. Penis saya cabut dari vagina istri saya, kemudian bergeser mendekati kakak ipar saya yang masih merem-melek menikmati tusukan suaminya.

”Mas sama istri saya, saya gantian dengan Mbak …,” kata saya. Tanpa memedulikan kebengongannya saya langsung memeluk tibuh mulus kakak ipar yang sudah sekian lama saya rindukan. Saya ciumi lehernya, pipinya, bibirnya, dan saya kulum puting susunya yang mengeras. Mula-mula kakak ipar saya kaget dan hendak memberontak. Tapi mulutnya segera saya tutup dengan bibir saya. Kemudian penis saya masukkan pelan-pelan ke vaginanya yang telah basah kuyup.
Setelah itu saya melakukan gerakan memompa naik-turun sambil sesekali memutar.

Ternyata vaginanya masih sangat enak. Untuk menambah gairah kedua payudaranya saya remas dan sesekali saya gigit putingnya. ”Ohhh …. ahhhh ….. hhhhh … shhhh ….,” suaranya mulai tak karuan menahan gempuran hebat saya. Di samping saya, suami kakak ipar saya tampaknya juga tak mau kehilangan waktu percuma. Dia pun menyetubuhi istri saya dengan penuh semangat. Tak ada keraguan lagi. Yang ada hanya bagaimana menuntaskan nafsu yang sudah memuncak di ubun-ubun.

Saya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Impian menggauli kakak ipar kesampaian sudah. Hampir satu jam kami bertempur dengan berbagai gaya. Mulai konvensional, miring, hingga menungging. Suami kakak ipar saya lebih dulu menyelesaikan permainannya. Beberapa menit kemudian saya menyusul dengan menyemprotkan begitu banyak sperma ke dalam vagina kakak ipar saya. Rasanya belum pernah saya mengeluarkan begitu banyak sperma sebagaimana malam itu. Kakak ipar pun tampak melenguh puas.

Vaginanya menjempit penis saya cukup lama. Setelah peristiwa malam itu, kami menjadi terbiasa mengadakan hubungan seks bersama-sama dan bisa ditebak akhirnya kami bergantian pasangan secara sukarela. Tak ada paksaan sama sekali.

                                    - TAMAT -

Bercinta Berempat

Cerita ini berawal dari perkenalanku dengan seorang wanita karir, yang entah bagaimana ceritanya wanita karir tersebut mengetahui nomor kantorku.
Siang itu disaat aku hendak makan siang tiba-tiba telepon lineku berbunyi dan ternyata operator memberitau saya kalau ada telepon dari seorag wanita yang engak mau menyebutkan namanya dan setelah kau angkat.

"Hallo, selamat siang joko," suara wanita yang sangat manja terdengar. "Helo juga, siapa ya ini?" tanyaku serius. "Namaku Karina," kata wanita tersebut mengenalkan diri. "Maaf, Mbak Karina tahu nomor telepon kantor saya dari mana?" tanyaku menyelidiki. "Oya, aku temannya Yanti dan dari dia aku dapat nomor kamu," jelasnya. "Ooo... Yanti," kataku datar.

Aku mengingat kisahku, sebelumnya yang berjudul empat lawan satu. Yanti adalah seorang wanita karir yang juga 'mewarnai' kehidupan sex aku.

"Gimana kabarnya Yanti dan dimana sekarang dia tinggal?" tanyaku. "Baik, sekarang dia tinggal di Surabaya, dia titip salam kangen sama kamu," jelas Karina.

Sekitar 10 menit, kami berdua mengobrol layaknya orang sudah kenal lama. Suara Karina yang lembut dan manja, membuat aku menerka-nerka bagaimana bentuk fisiknya dari wanita tersebut. Saat aku membayangkan bentuk fisiknya, Karina membuyarkan lamunanku.

"Hallo... Joko, kamu masih disitu?" tanya Karina. "Iya... Iya Mbak... " kataku gugup. "Hayo mikirin siapa, lagi mikirin Yanti yaa?" tanyanya menggodaku. "Nggak kok, malahan mikirin Mbak Karina tuh," celetukku. "Masa sih... Aku jadi GR deh" dengan nada yang sangat menggoda. "Joko, boleh nggak aku bertemu dengan kamu?" tanya Karina. "Boleh aja Mbak... Bahkan aku senang bisa bertemu dengan kamu," jawabanku semangat "Oke deh, kita ketemuan dimana nih?" tanyanya semangat. "Terserah Mbak deh, Joko sih ngikut aja?" jawabku pasrah. "Oke deh, nanti sore aku tunggu kamu di Mc. Donald plasa senayan," katanya. "Oke, sampai nanti joko... Aku tunggu kamu jam 18.30," sambil berkata demikian, aku pun langsung menutup teleponku.

Aku segera meluncur ke kantin untuk makan siang yang sempat tertunda itu. Sambil membayangkan kembali gimana wajah wanita yang barusan saja menelpon aku. Setelah aku selesai makan aku pun langsung segera balik ke kantor untuk melakukan aktivitas selanjutnya.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, tiba saatnya aku pulang kantor dan aku segera meluncur ke plasa senayan. Sebelumnya prepare dikantor, aku mandi dan membersihkan diri setelah seharian aku bekerja. Untuk perlengkapan mandi, aku sengaja membelinya dikantin karena aku nggak mau ketemu wanita dengan tanpak kotor dan bau badan, kan aku menjadi nggak pede dengan hal seperti itu.

Tiba di Plasa Senayan, aku segera memarkirkan mobil kijangku dilantai dasar. Jam menunjukkan pukul 18.15. Aku segera menuju ke MC. Donald seperti yang dikatakan Karina. Aku segera mengambil tempat duduk disisi pagar jalan, sehingga aku bisa melihat orang lalu lalang diarea pertokaan tersebut.

Saat mataku melihat situasi sekelilingku, bola mataku berhenti pada seorang wanita setengan baya yang duduk sendirian. Menurut perkiraanku, wanita ini berumur sekitar 32 tahun. Wajahnya yang lumayan putih dan juga cantik, membuat aku tertegun, nataku yang nakal, berusaha menjelajahi pemadangan yang indah dipandang yang sangat menggiurkan apa lagi abgian depan yang sangat menonjol itu. Kakinya yang jenjang, ditambah dengan belahan pahanya yang putih dan juga montok dibalik rok mininya, membuat aku semakin gemas. Dalam hatiku, wah betapa bahagianya diriku bila yang aku lihat itu adalah orang yang menghubungiku tadi siang dan aku lebih bahagia lagi bila dapat merasakan tubuhnya yang indah itu.

Tiba-tiba wanita itu berdiri dan menghampiri tempat dudukku. Dadaku berdetuk kencang ketika dia benar-benar mengambil tempat duduk semeja dengan aku.

"Maaf apakah kamu Joko?" tanyanya sambil menatapku. "Iy... Iyaa... Kamu pasti Karina," tanyaku balik sambil berdiri dan mengulurkan tanganku.

Jarinya yang lentik menyetuh tanganku untuk bersalaman dan darahku terasa mendesr ketika tangannya yang lembut dan juga halus meremas tangaku dengan penuh perasaan.

"Silahkan duduk Karina," kataku sambil menarik satu kursi di depanku. "Terima kasih," kata Karina sambil tersenyum. "Dari tadi kamu duduk disitu kok nggak langsung kesini aja sih?" tanyaku. "Aku tadi sempat ragu-ragu, apakah kamu memang Joko," jelasnya. "Aku juga tadi berpikir, apakah wanita yang cantik itu adalah kamu?" kataku sambil tersenyum.

Kami bercerita panjang lebar tentang apapun yang bisa diceritakan, kadang-kadang kami berdua saling bercanda, saling menggoda dan sesekali bicara yang 'menyerempet' ke arah sex. Lesung pipinya yang dalam, menambah cantik saja wajahnya yang semakin matang.

Dari pembicaraan tersebut, terungkaplah kalau Karina adalah seorang wanita yang sedang bertugas di Jakarta. Karina adalah seorang pengusaha dan kebetulan selama 4 hari dinas di Jakarta.

"Karin, kamu kenal Yanti dimana?" tanyaku.

Yanti adalah teman chattingku di YM, aku dan Yanti sering online bersama. Dan kami terbuka satu sama lain dalam hal apapun. Begitu juga kisah rumah tangga, bahkan masalah sex sekalipun. Mulutnya yang mungil menjelaskan dengan penuh semangat.

"Emangnya Yanti menikah kapan? Aku kok nggak pernah diberitahu sih," tanyaku penuh penasaran. "Dia menikah dua minggu yang lalu dan aku nggak tahu kenapa dia nggak mau memberi tahu kamu sebelumnya," Jawabnya penuh pengertian. "Ooo, begitu... " kataku sambil manggut-manggut. "Ini adalah hari pertamaku di Jakarta dan aku berencana menginap 4 hari, sampai urusan kantorku selesai," jelasnya tanpa aku tanya. "Sebenarnya tadi Yanti juga mau dateng tapi berhubung ada acara keluarga jadi kemungkinan dia akan datang besok harinya dia bisa dateng," jelasnya kembali. "Memangnya Mbak Karina menginap dimana nih?" tanyaku penasaran. "Kebetulan sama kantor sudah dipesankan kamar buat aku di hotel H... "jelasnya. "Mmm, emangnya Mbak sama siapa sih?" tanyaku menyelidik. "Ya sendirilah, Joko... Makanya saat itu aku tanya Yanti," katanya "Tanya apa?" tanyaku mengejar. "Apakah punya teman yang bisa menemaniku selama aku di Jakarta," katanya. "Dan dari situlah aku tahu nomor telepon kamu," lanjutnya.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 10.25 wib, dan aku lihat sekelilingku pertokoan mulai sepi karena memang sudah mulai larut malam. Dan toko pun sudah mulai tutup.

"Jok... Kamu mau anter aku balik ke hotel nggak?" tanyanya. "Boleh, masa iya sih aku tega sih biarin kamu balik ke hotel sendirian," kataku.

Setelah obrolan singkat, kami segera menuju parkiran mobil dan segera meluncur ke hotel H... Yang tidak jauh dari pusat pertokoan Plasa Senayan. Aku dan Karina bergegas menuju lift untuk naik ke lantai 5, dan sesampainya di depan kamarnya, Karina menawarkan aku untuk masuk sejenak. Bau parfum yang mengundang syaraf kelaki-lakianku serasa berontak ketika berjalan dibelakangnya.

Dan ketika aku hendak masuk ternyata ada dua orang wanita yang sedang asyik ngegosip dan mereka pun tersenyum setelah aku masuk kekamarnya. Dalam batinku, aku tenyata dibohongi ternyata dia nggak sendiri. Karina pun memperkenalkan teman-temannya yang cantik dan juga sex yang berbadan tinggi dan juga mempunyai payudara yang besar dia adalah Miranda(36b) sedangkan yang mempunyai badan yang teramat sexy ini dan juga berpayudara yang sama besarnya bernama Dahlia(36b). Dan mereka pun mempersilahkan aku duduk.

Tanpa dikomando lagi mereka pun perlahan-lahan memulai membuka pakaian mereka satu persatu, aku hanya bisa melotot saja tak berkedip sekali pun, tak terasa adik kecilku pun segera bangun dari tidurnya dan segera bangun dan langsung mengeras seketika itu juga. Setelah mereka telanjang bulat terlihatlah pemandangan yang sangat indah sekali dengan payudara yang besar, Karina pun langsung menciumku dengan ganasnya aku sampai nggak bisa bernafas karena serangan yang sangat mendadak itu dan aku mencoba menghentikannya.

Setelah itu dia pun memohon kepadaku agar aku memberikan kenikmatan yang pernah aku berikan sama Yanti dan kawan-kawan. Setelah itu Karina pun langsung menciumku dengan garangnya dan aku pun nggak mau tinggal diam aku pun langsung membalas ciumannya dengan garang pula, lidah kamipun beraduan, aku mulai menghisap lidahnya biar dalam dan juga sebaliknya. Sedangkan Miranda mengulum penisku ke dalam mulutnya, mengocok dimulutnya yang membuat sensasi yang tidak bisa aku ungkapkan tanpa sadar aku pun mendesah.

"Aaahh enak Mir, terus Mir hisap terus, aahh... "

Sedangkan Dahlia menghisap buah zakarku dengan lembutnya membuat aku semakin nggak tertahankan untuk mengakhiri saja permaianan itu. Aku pun mulai menjilati vagina Karina dengan lembut dan perlahan-lahan biar dia bisa merasakan permaianan yang aku buat. Karina pun menjerit keras sambil berdesis bertanda dia menikmati permainanku itu.

Mirandapun nggak mau kalah dia menghisap payudaranya Karina sedangkan Dahlia mencium bibir Karina agar tidak berteriak ataupun mendesis. Setelah beberapa lama aku menjilati vaginanya terasa badannya mulai menegang dan dia pun mendesah. "Jok... Akuu mauu keeluuarr."

Nggak beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak itu akupun langsung menghisapnya sampai bersih tanpa tersisa. Setelah itu aku pun langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Karina, perlahan-lahan aku masukkan penisku dan sekali hentakan langsung masuk semua ke dalam vaginanya yang sudah basah itu. Aku pun langsung menggenjotnya dengan sangat perlahan-lahan sambil menikamati sodokan demi sodokan yang aku lakukan dan Karina pun mulai mendesah nggak karuan.

"Aaahh enak Jok, terus Jok, enak Jok, lebih dalam Jok aahh, sstt... "

Membuat aku bertambah nafsu, goyanganku pun semakin aku percepat dan dia mulai berkicau lagi.

"Aaahh enak Jok, penis kamu enak banget Jok, aahh... "

Setelah beberapa lama aku mengocok, diapun mulai mengejang yang kedua kalinya akupun semakin mempercepat kocokanku dan tak beberapa lama aku mengocoknya keluarlah cairan dengan sangat derasnya dan terasa sekali mengalir disekitar penisku. Akupun segera mencabut penisku yang masih tegang itu. Miranda segera mengulum penisku yang masih banyak mengalir cairan Karina yang menempel pada penisku, sedangkan Dahlia menghisap vaginanya Karina yang masih keluar dalam vaginanya dengan penuh nafsunya.

Miranda pun mulai mengambil posisi, dia diatas sedangkan aku dibawah. Dituntunnya penisku untuk memasuki vaginanya Miranda dan serentak langsung masuk. Bless... Terasa sekali kehangatan didalam vaginanya Miranda. Dia pun mulai menaik turunkan pantatnya dan disaat seperti itulah dia mulai mempercepat goyangannya yang membuat aku semakin nggak karuan menahan sensasi yang diberikan oleh Miranda.

Dahlia pun mulai menghisap payudara Miranda penuh gairah, sedangkan Karina mencium bibir Miranda dengan garangnya, Miranda mempercepat goyangannya yang membuat aku mendesah.

"Aaahh enak Mir... Terus Mir... Goyang terus Mir... Lebih dalam lagi Mir... Aaahh sstt"

Dan selang beberapa menit aku merasakan penisku mulai berdenyut,

"Mir... Aku... ingiin keeluuaarr"

Seketika itu juga muncratlah air maniku didalam vaginanya, entah berapa kali munceratnya aku nggak tahu karena terlalu nikmatnya dan diapun masih mengoyang semakin cepat. Seketika itu juga tubuhnya mulai menegang dan terasa sekali vaginanya berdenyut dan selang beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak sekali, aku pun langsung mengeluarkan penisku yang sudah basah kuyup ditimpa cairan cinta. Mereka pun berebutan menjilati sisa-sia cairan yang masih ada dipenisku, Dahlia pun langsung menjilati vaginanya Miranda yang masih mengalir cairan yang masih menetes di vaginanya. Akupun melihat mereka seperti kelaparan yang sedang berebutan makanan, setelah selang beberapa lama aku mulai memeluk Dahlia dan aku pun mulai mencium bibirnya dan mulai turun ke lehernya yang jenjang menjadi sasaranku yang mulai menari-nari diatasnya.

"Ooohh... Joko... Geelli... " desah Dahlia.

Serangan bibirku semakin menjadi-jadi dilehernya, sehingga dia hanya bisa merem melek mengikuti jilatan lidahku.

Miranda dan Karina mereka asyik berciuman dan saling menjilat payudara mereka. Setelah aku puas dilehernya, aku mulai menurunkan tubuhnya sehingga bibirku sekarang berhadapan dengan 2 buah bukit kembarnya yang masih ketat dan kencang. Aku pun mulai menjilati dan sekali-kali aku gigit puntingnya dengan gigitan kecil yang membuat dia tambah terangsang lagi dan dia medesah.

"Aaahh enak sekali Jok... Terus Jok hisap terus Jok enak Jok aahh sstt... "

Dahlia pun membalasnya dengan mencium bibirku dengan nafsunya dan setelah itu turun ke pusar dan setelah itu dia mulai mengulum, mengocok, menjilat penisku didalam mulutnya. Setelah dia puas aku kembali menyerangnya langsung ke arah lubang vaginanya yang memerah dan disekelilingi rambut-rambut yang begitu lebat. Aroma wangi dari lubang kewanitaannya, membuat tubuhku berdesis hebat. Tanpa menunggu lama lagi, lidahku langsung aku julurkan kepermukaan bibir vagina.

Tanganku bereaksi untuk menyibak rambut yang tumbuh disekitar selangkangannya untuk memudahkan aksiku menjilati vaginanya.

"Ssstt... Jok... Nikmat sekali... Ughh," rintihnya.

Tubuhnya menggelinjang, sesekali diangkat menghindari jilatan lidahku diujung clitorisnya. Gerak tubuh Dahlia yang terkadang berputar-putar dan naik turun, membuat lidahku semakin menghujam lebih dalam ke lubang vaginanya.

"Joko... Gila banget lidah kamu... " rintihnya "Terus... Sayang... Jangan lepaskan... " pintanya.

Paha Dahlia dibuka lebar sekali sehingga memudahkan lidahku untuk menjilatnya. Dahlia menggigit bibir bawahnya seakan menahan rasa nikmat yang bergejola dihatinya.

"Oohh... Joko, aku nggak tahan... Ugh... " rintihnya. "Joko cepet masukan penis kamu aku sudah nggak tahan nih," pintanya.

Perlahan aku angkat kaki kanannya dan aku baringkan ranjang yang empuk itu. Batang kemaluanku sudah mulai mencari lubang kewanitaannya dan sekali hentak.

"Bleest... " kepala penisku menggoyang vaginanya Dahlia. "Aowww... Gila besar sekali Jok... Punya kamu," Dahlia merintih.

Gerakan maju mundur pinggulku membuat tubuh Dahlia mengelinjang hebat danm sesekali memutar pinggulnya sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa dibatang kemaluanku.

"Joko... Jangan berhenti sayang... Oogghh," pinta Dahlia.

Dahlia terus menggoyangkan kepalanya kekanan dan kekiri seirama dengan penisku yang menghujam dalam pada lubang kewanitaannya. Sesekali Dahlia membantu pinggulnya untuk berputar-putar.

"Joko... Kamu... Memang... Jagoo... Ooohh," kepalannya bergerak ke kiri dan ke kanan seperti orang triping.

Beberapa saat kemudian Dahlia seperti orang kesurupan dan ingin memacu birahinya sekencang mungkin. Aku berusaha mempermainkan birahinya, disaat Dahlia semakin liar. Tempo yang semula tinggi dengan spontan aku kurangi sampai seperti gerakan lambat, sehingga centi demi centi batang kemaluanku terasa sekali mengoyang dinding vagina Dahlia.

"Joko... Terus... Sayang... Jangan berhenti... " Dahlia meminta.

Permainanku benar-benar memancing birahi Dahlia untuk mencapai kepuasan birahinya. Sesaat kemudian, Dahlia benar-benar tidak bisa mengontrol birahinya. Tubuhnya bergerak hebat.

"Joko... Aakuu... Kelluuaarr... Aaakkhh... Goyang sayang," rintih Dahlia.

Gerakan penisku kubuat patah-patah, sehingga membuat birahi Dahlia semakin tak terkendali.

"Jok... Ooo... Aaammpuunn," rintihnya panjang.

Bersamaan dengan rintihan tersebut, aku menekan penisku dengan dalam hingga mentok dilangit-langit vagina Dahlia. Aku merasakan semburan cairan membasahi seluruh penisku.

Dahlia yang sudah mendapat kedua orgasmenya, sedangkan aku masih berusaha untuk mencari kepuasan birahiku. Posisi Dahlia, sekarang menungging. Penisku yang masih tertancap pada lubang vaginanya langsung aku hujamkan kembali ke lubang vaginanya Dahlia.

"Ooohh... Joko... Kamu... Memang... Ahli... " katanya sambil merintih.

Kedua tanganku mencengkeram pinggul Dahlia dan menekan tubuhnya supaya penisku bisa lebih menusuk ke dalam lubang vaginanya.

"Dahlia... Vagina kamu memang enak banget," pujiku. "Kamu suka minum jamu yaa kok seret?" tanyaku.

Dahlia hanya tersenyum dan kembali memejamkan matanya menikmati tusukan penisku yang tiada hentinya. Batang kemaluanku terasa dipijiti oleh vagina Dahlia dan hal tersebut menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Permainan sexku diterima Dahlia karena ternyata wanita tersebut bisa mengimbangi permainan aku.

Sampai akhirnya aku tidak bisa menahan kenikmatan yang mulai tadi sudah mengoyak birahiku.

"Dahlia... Aku mau... Keluar... "kataku mendesah. "Aku juga sayang... Ooohh... Nikmat terus... Terus... " Dahlia merintih. "Joko... Keluarin didalam... Aku ingin rasakan semprotan... Kamu... " pintanya. "Iya sudah... Ooogh... Aaakhh... " rintihku.

Gerekan maju mundur dibelakang tubuh Dahlia semakin kencang, semakin cepat dan semakin liar. Kami berdua berusaha mencapai puncak bersama-sama.

"Joko... Aku... Aku... Ngaak kkuuaatt... Aaakhh" rintih Dahlia. "Aku juga sudah... Ooogh... Dahh," aku merintih. "Crut... Crut... Crut... " spermaku muncrat membanjiri vaginanya Dahlia.

Karena begitu banyak spermaku yang keluar, beberapa tetes sampai keluar dicelah vagina Dahlia. Setelah beberapa saat kemudian Dahlia membalikkan tubuhnya dan berhadapan dengan tubuhku.

"Joko, ternyata Yanti benar, kamu jago banget dalam urusan sex. Kamu memang luar biasa" kata Dahlia merintih. "Biasa aja kok Mbak, aku hanya melakukan sepenuh hatiku saja," kataku merendah. "Kamu luar biasa... " Dahlia tidak meneruskan kata-katanya karena bibirnya yang mungil kembali menyerang bibirku yang masih termangu.

Segera aku palingkan wajahku ke arah Karina dan Miranda, ternyata mereka sudah tertidur pulas mungkin karena sudah terlalu lelah, dan akupun tak kuasa menahan lelah dan akhirnya akupun tertidur pulas. Dan setelah 4 jam aku tertidur aku pun terbangun karena ada sesuatu yang sedang mengulum batang kemaluanku dan ternyata Miranda sudah bangun dan aku pun menikmatinya sambil menggigit bibir bawahku. Dan kuraih tubuhnya dan kucium bibirnya penuh dengan gairah dan akhirnya kami pun mengulang kembali sampai besok harinya. Dengan terpaksa aku menginap karena pertarunganku dengan mereka semakin seru aja.

Ketika pagi telah tiba akupun langsung ke kamar mandi di ikuti oleh mereka dan akupun mandi bareng dan permainan dimulai kembali didetik-detik ronde terakhir. Tanpa terasa kami berempat sudah naik didalam bathup, kami mandi bersama. Guyuran air dipancurkan shower membuat tubuh mereka yang molek bersinar diterpa cahaya lampu yang dipancarkan ke seluruh ruangan tersebut. Dengan halus, mereka menuangkan sabun cair dari perlengkapan bag shop punya mereka. Aku mengosok keseluruh tubuh mereka satu persatu, sesekali jariku yang nakal memilih punting mereka.

"Ughh... Joko... " mereka merintih dan bergerak saat aku permainkan puntignya yang memerah.

Sebelum aku meinggalkan mereka, kami berempat berburu kenikmatan. Dan entah sudah berapa kali mereka yang sedang membutuhkan kehangatan mendapatkan orgasme. Kami memburu kenikmatan berkali-kali, kami berempat memburu birahinya yang tidak kenyang.

Sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 08.00 wib, dimana aku harus berangkat kerja dan pada jam seperti ini jalanan macet akupun mempercepat jalannya agar tidak terkena macet yang berkepanjangan. Aku meninggalkan Hotel H... Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang sudah ditinggalkan oleh permainan tadi.